Biografi Soeratin Sosrosoegondo (baca: Suratin Sosrosugondo)
Induk sepak bola Indonesia yaitu PSSI telah berusia 90 tahun. Berdiri sejak
tanggal 19 April 1930, PSSI telah banyak melahirkan kisah persepakbolaan tanah
air. Satu kisah yang tidak boleh dilupakan adalah ketua umum PSSI yang
pertama. Ia adalah Ir. Soeratin Sosrosoegondo, beliau lahir di Yogyakarta, 17
Desember 1898.
Ayah Soeratin adalah R. Sosrosoegondo, seorang guru Kweekschool (sekolah
kejuruan). Soeratin menikah dengan R. A Sri Woelan, adik dari Dr. Soetomo
pendiri organisasi Budi Oetomo.
Pendidikan dan Karir Soeratin Sosrosoegondo
Ir. Suratin Sosrosugondo atau Ir. Soeratin Sosrosoegondo (ejaan lama)
atau mengenyam pendidikan di Koningen Wilhelmina School (KWS) selama 5 tahun.
Ia kemudian melanjutkan pendidikan di sekolah tinggi teknik di Heckelenburg,
Jerman tahun 1927 dan mendapatkan gelar insinyur sipil di sekolah tersebut.
Setelah menyelesaikan studinya, Soeratin Sosrosoegondo bekerja pada sebuah
perusahaan konstruksi Belanda di Yogyakarta, yaitu Bouwkunding Bureu Sitsen en
Lausada. Ia menjadi satu-satunya orang Indonesia yang duduk dalam jajaran
petinggi perusahaan tersebut.
Di perusahaan tersebut ia turut membangun beberapa infrastruktur di Indonesia,
seperti membangun jembatan dan gedung di Tegal dan Bandung. Setelah menimba
pengalaman di Bouwkunding Bureu Sitsen en Lausada, Soeratin kemudian membangun
perusahaannya sendiri di Yogyakarta yang bergerak di bidang konstruksi.
Peran Soeratin Sosrosoegondo dalam PSSI
Soeratin memang menggemari sepak bola. Kegemarannya akan sepak bola dan
kecintaannya terhadap tanah air mendorongnya untuk menjadikan sepak bola
sebagai media pemersatu kaum muda Indonesia, sekaligus sebagai tindakan
menentang Belanda. Soeratin kemudian mengadakan pertemuan dengan beberapa
tokoh sepak bola di kota Solo, Yogyakarta, dan Bandung.
Pertemuan ini dilakukan dengan kontak pribadi dan secara diam-diam untuk
menghindari sergapan Polisi Belanda (PID). Ide untuk membentuk organisasi
sepak bola tanah air kemudian muncul dalam sebuah pertemuan di Hotel
Binnenhof, di Jalan Kramat 17, Jakarta. Ketika itu Soeratin melakukan
pertemuan dengan beberapa tokoh, salah satunya dengan Ketua Voetbalbond
Indonesische Jakarta (VIJ).
Pada 19 April 1930, beberapa tokoh dari sejumlah organisasi sepak bola daerah
berkumpul di Yogyakarta. Organisasi itu antara lain Voetbalbond Indonesische
Jakarta (VIJ), Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (BIVB), Persatuan Sepak
Bola Mataram Yogyakarta (PSM), Vortendlandsche Voetbal Bond Solo (VVB),
Madionsche Voetbal Bond (MVB), Indonesische Voetbal Magelang (IVBM), dan
Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB). Pada saat pertemuan itu
lahirlah PSSI. Ketika itu PSSI merupakan singkatan dari “Persatoean Sepak Raga
Seloeroeh Indonesia”.
Kemudian dalam Kongres PSSI di Solo tahun 1930, disepakati istilah "Sepak
Raga" diubah menjadi "Sepak Bola". Pada kongres itu, Soeratin juga ditetapkan
sebagai ketua umum PSSI yang pertama. Beliau menjabat sebagai ketua PSSI dari
tahun 1930 – 1940.
Setelah itu, mulai tahun 1931 secara rutin PSSI menyelenggarakan kompetisi
sepak bola yang mempertemukan klub-klub antar daerah di Indonesia. Sebagai
pengingat akan jasanya dalam mempelopori terbentuknya PSSI, nama Soeratin
kemudian dijadikan nama trofi dalam kompetisi bola junior nasional, yaitu
Piala Suratin.
Piala Soeratin adalah sebuah turnamen kompetisi sepak bola di Indonesia yang diperuntukkan bagi pemain sepak bola yang berusia 18 tahun ke bawah. Pada tahun 2012 PSSI meregulasi kompetisi Piala Soeratin diperuntukkan bagi pemain sepak bola yang berusia 17 tahun ke bawah /wikipedia/
Pada saat itu tujuan Soeratin membentuk PSSI agar Indonesia melalui olahraga
sepak bola, tidak menjadi pecundang di antara negara-negara besar di dunia.
Hebatnya, penghasilan yang didapatkan oleh perusahaannya tidak hanya untuk
kepentingan pribadi, tapi juga untuk membantu kas PSSI.
Akhir Hidup Soeratin Sosrosoegondo
Di akhir masa hidupnya, Soeratin harus berjuang dalam sakit dan kemiskinan.
Dikutip dari Harian Kompas edisi 8 Juli 2006, Soeratin tinggal di rumah
berdinding anyaman bambu berukuran 4x6 meter di Jalan Lombok, Bandung, Jawa
Barat. Kediamannya sempat diobrak-abrik oleh Belanda karena ia aktif sebagai
anggota Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan pangkat Letnan Kolonel.
Soeratin akhirnya meninggal pada tahun 1959, karena tidak lagi mampu menebus
obat untuk sakit yang dideritanya. Tak ada yang ditinggalkan selepas
kematiannya, selain PSSI, organisasi yang ia dirikan atas dasar perjuangan dan
cinta kepada tanah air Indonesia.
Dihimpun dari :
- pssi.org, skor.id, kompas.com , cnnindonesia.com, id.wikipedia.org
Post a Comment
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan Baik dan Sopan
1. Tidak diperkenankan menautkan Link Aktif di Kolom Komentar.
2. Dilarang beriklan dalam Komentar.
Komentar berkualitas dari anda sangat penting bagi kemajuan Blog kami.